:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/5293070/original/080553400_1753284522-presscon_a_normal_woman.jpg)
Liputan6.com, Jakarta – Netflix kembali menghadirkan sebuah gothic psychological drama yang akan memanjakan para penggemar film. A Normal Woman siap membawa penonton ke sisi lain kehidupan perempuan yang di luar dirinya terlihat sempurna.
Sutradara dari film ini, Lucky Kuswandi merupakan seorang yang selalu tertarik dengan film yang bisa membawa penonton masuk ke dalam dunia batin sang karakter (the mind of the character). Selain itu, ia juga selalu tertarik untuk bermain dengan subjektif dan objektif point of view dan bagaimana hal tersebut bisa mempengaruhi cara penonton memandang karakter.
“Sebenarnya kalau ide awal mungkin lebih ke ketertarikan saya untuk mempelajari yang namanya healing itu apa. Sering kali kita menganggap healing itu self-improvement, membuat kita jadi lebih baik. Tapi saya melihat ternyata healing adalah self-retrieval, ” ujar Lucky dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (23/7).
Dia menambahkan, “Bagaimana kita mengambil kembali bagian-bagian dari kita yang sudah hilang. Yang sudah terhapus seperti apa yang terjadi di Milla. Jadi aku sangat tertarik dengan idea of, aku yakin kita semua mungkin tidak mengalami apa yang Mila alami ya secara harapnya di film ini.”
A Normal Woman juga menyajikan masalah yang mungkin relate dengan masyarakat seperti tekanan sosial yang berasal dari lingkungan sekitar hingga trauma yang mendalam.
Sinopsis Film A Normal Woman
… Selengkapnya
Menceritakan tentang Milla (Marissa Anita) pemeran utama yang terlihat sempurna, cantik, kaya raya, mempunyai status sosial yang tinggi, dan hidup dalam keluarga berpengaruh yang membuat banyak wanita bermimpi mempunyai kehidupan yang sempurna seperti Milla.
Hidup sebagai istri dari Jonathan (Dion Wiyoko), putra tunggal dari keluarga Gunawan yang merupakan keluarga konglomerat pemilik bisnis farmasi tidak selalu membuat hidup Milla berjalan dengan mulus. Di balik kemewahan dan citra keluarga Gunawan yang terlihat sempurna, ternyata Milla memiliki penyakit yang tidak bisa diungkapkan.
Penyakit ini memengaruhi kondisi fisik dan juga mental Milla sehingga ia merasa asing dengan dirinya sendiri. Dalam perjalanannya, ia justru dihadapi dengan masa lalu yang menghantui dirinya sehingga mempertanyakan siapa dirinya yang sebenarnya. Film ini mengajak penonton untuk bersama-sama mengikuti perjalanan Milla dalam menemukan kembali jati dirinya.
Intip Karakter dalam Film A Normal Woman
Semua karakter dalam film A Normal Woman mempunyai warnanya masing-masing yang saling melengkapi. Pertama ada Milla, karakter utama dalam film A Normal Woman merupakan seorang perempuan yang selalu menempatkan kepentingan orang lain daripada dirinya. Karakter Milla sendiri merepresentasikan people pleaser yang mungkin banyak dialami oleh semua masyarakat sekarang ini.
Lalu ada Jonathan, suami Milla merupakan pewaris tunggal bisnis keluarga Gunawan dan seorang yang perfeksionis. Jonathan adalah seseorang dengan tipe anak mami sekaligus family man dengan sifat dominan dalam pernikahannya.
Liliana, ibu dari Jonathan juga mempunyai karakter menarik yang mungkin masih ditemukan di Indonesia. Ibu kandung Jonathan ini merupakan seorang matriarch yang akan mempertaruhkan segalanya untuk menjaga reputasi keluarga Gunawan.
Angel Gunawan, anak dari pasangan Jonathan dan Milla dalam film ini mengalami krisis kepercayaan diri. Hal ini mungkin dirasakan oleh sebagian orang yang merasa dirinya sering dibanding-bandingkan. Karakter Angel ini tumbuh dengan banyak rasa insecure dan low self-esteem karena keluarga yang terlihat perfect sehingga ia tidak percaya diri.
Mengambil Isu yang Bisa Dirasakan Penonton
A Normal Woman sendiri mengangkat beberapa isu yang bisa jadi masih sering terjadi di kalangan masyarakat. Kesehatan mental menjadi isu utama yang diangkat dalam film ini.
Ekspektasi sosial yang tinggi terhadap seorang perempuan ternyata secara tidak sadar bisa menjadi beban bagi perempuan tersebut. Karakter Milla dalam film ini menjadi gambaran atau simbol perempuan di era yang modern ini tetap ingin memenuhi semua peran dalam satu waktu.
Tak hanya kesehatan mental, film ini juga menceritakan bagaimana kesadaran gender akan terus berkembang. Melalui ekspektasi yang ditanamkan oleh Liliana, ibu kandung Jonathan, menjadi sebuah “penindasan” bagi generasi Milla dan Angel.
Di sisi lain, Angel lebih berani untuk protes ketika melihat sang ibu diperlakukan tidak adil oleh keluarga Gunawan. Ketiga karakter perempuan yang ada dalam film ini menggambarkan bahwa ada perbedaan tradisi dari generasi ke generasi.